Senin, 30 Januari 2012

HAK DAN KEWAJIBAN BELAJAR

Amat banyak ayat Al-Quran dan hadis Nabi saw yang berbicara tentang kewajiban belajar, baik kewajiban tersebut ditujukan kepada lelaki maupun perempuan, di antaranya : "Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap Muslim (dan Muslimah)" (HR Al-Thabarani melalui Ibnu Mas'ud) .
Para perempuan di zaman Nabi saw menyadari benar kewajiban ini, sehingga mereka memohon kepada Nabi agar beliau bersedia menyisihkan waktu tertentu dan khusus untuk mereka agar dapat menuntut ilmu pengetahuan. Permohonan ini tentu saja dikabulkan oleh Nabi Muhammad saw.

Al-Quran memberikan pujian kepada ulul albab, yang berzikir dan memikirkan kejadian langit dan bumi. Zikir dan pemikiran menyangkut hal tersebut mengantarkan manusia mengetahui rahasia-rahasia alam raya. Mereka yang dinamai ulul albab tidak terbatas pada kaum lelaki saja, melainkan juga kaum perempuan. Al-Quran menegaskan bahwa:


Maka Tuhan mereka mengabulkan permohonan mereka dengan berfirman, Sesunggahnya Aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik lelaki maupun perempuan." (QS Ali 'Imran [3]: 195) .

Ini berarti bahwa kaum perempuan berhak untuk belajar, dan kemudian mengamalkan apa yang mereka pelajari/hayati setelah berzikir kepada Allah serta apa yang mereka ketahui dari alam raya ini.

Pengetahuan tentang alam raya tentunya berkaitan dengan berbagai disiplin ilmu, sehingga dari ayat ini dapat dipahami bahwa perempuan bebas untuk mempelajari apa saja, sesuai dengan keinginan dan kecenderungan masing-masing. Sejarah membuktikan bahwa banyak wanita yang sangat menonjol pengetahuannya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, sehingga menjadi rujukan sekian banyak tokoh lelaki.

Istri Nabi, Aisyah r.a., adalah salah seorang yang mempunyai pengetahuan sangat dalam serta termasyhur pula sebagai seorang kritikus, sampai-sampai ada ungkapan terkenal yang dinisbahkan oleh sementara ulama sebagai pernyataan Nabi Muhammad saw: "Ambillah setengah pengetahuan agama kalian dari Al-Humaira, (yakni Aisyah).

Demikian juga As-Sayyidah Sakinah putri Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Kemudian, Al-Syaikhah Syuhrah yang bergelar "Fakhr Al-Nisa', (Kebanggaan Perempuan) adalah salah seorang guru Imam Syafi'i, tokoh mazhab yang pandangan-pandangannya menjadi anutan banyak umat Islam di seluruh dunia. Dan masih banyak lagi yang lainnya.
Beberapa wanita lain mempunyai kedudukan ilmiah yang sangat terhormat, misalnya Al-Khansa' dan Rabi'ah Al-Adawiyah.

Al-Muqari dalam bukunya Nafhu Ath-Thib, sebagaimana dikutip oleh Dr. Abdul Wahid Wafi, memberitakan bahwa Ibnu Al-Mutharraf, seorang pakar bahasa pada masanya, pernah mengajarkan seorang perempuan liku-liku bahasa Arab. Sehingga sang wanita pada akhirnya memiliki kemampuan yang melebihi gurunya sendiri, khususnya dalam bidang puisi, sampai ia dikenal dengan nama Al-'Arudhiyat karena keahliannya dalam bidang ini.

Harus diakui hahwa pembidangan ilmu pada masa awal Islam belum sebanyak dan seluas sekarang ini. Namun Islam tidak membedakan satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu lainnya, sehingga seandainya mereka yang disebut namanya di atas hidup pada masa kini, tidak mustahil mereka akan tekun pula mempelajari disiplin-disiplin ilmu yang berkembang dewasa ini.

Dalam hal ini Syaikh Muhammad Abduh menulis, kalaulah kewajiban perempuan mempelajari hukum-hukum akidah kelihatannya amat terbatas, sesungguhnya kewajiban mereka untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan rumah tangga, pendidikan anak, dan sebagainya, merupakan persoalan-persoalan duniawi (dan yang berbeda sesuai dengan perbedaan waktu, tempat, dan kondisi) jauh lebih banyak daripada soal-soal akidah atau keagamaan.

Demikianlah sekilas menyangkut hak dan kewajiban perempuan dalam bidang pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar