Senin, 30 Januari 2012

WAKTU DAN TEMPAT BERSYUKUR


Segala puji bagi Allah yang memelihara apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui (QS Saba' [34]: l).

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah SWT harus disyukuri, baik dalam kehidupan dunia sekarang maupun di akhirat kelak. Salah satu ucapan syukur di akhirat adalah dari mereka yang masuk surga yang berkata,

Al-hamdulillah --segala puji bagi Allah-- yang memberi petunjuk bagi kami (masuk ke surga ini). Kami tidak memperoleh petunjuk ini, seandainya Allah tidak memberikan kami petunjuk (QS Al-A'raf [7]: 43).

Demikian terlihat bahwa syukur dilakukan kapan dan di mana saja di dunia dan di akhirat.

Dalam konteks syukur dalam kehidupan dunia ini, Al-Quran menegaskan bahwa Allah SWT menjadikan malam silih berganti dengan siang, agar manusia dapat menggunakan waktu tersebut untuk merenung dan bersyukur, "Dia yang menjadikan malam dan siang silih berganti, bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur (QS Al-Furqan [25]: 62).

Dalam surat Ar-Rum (30): 17-18 Allah memerintahkan,

Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari, dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan ketika kamu berada di waktu zuhur.

Segala aktivitas manusia --siang dan malam-- hendaknya merupakan manifestasi dari syukurnya. Syukur dengan lidah dituntut saat seseorang merasakan adanya nikmat Ilahi. Itu sebabnya Nabi saw tidak jemu-jemunya mengucapkan, "Alhamdulillah" pada setiap situasi dan kondisi.

Saat bangun tidur beliau mengucapkan : "Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan (membangunkan) kami, setelah mematikan (menidurkan) kami dan kepada-Nya-lah (kelak) kebangkitan".

Atau membaca : "Segala puji bagi Allah yang mengembalikan kepadaku ruhku, memberi afiat kepada badanku, dan mengizinkan aku mengingat-Nya.

Ketika bangun untuk ber-tahajjud beliau membaca: "Wahai Allah, bagimu segala pujian. Engkau adalah pengatur langit dan bumi dan segala isinya. Bagimu segala puji, Engkau adalah pemilik kerajaan langit dan bumi dan segala isinya ...".

Ketika berpakaian beliau membaca: "Segala puji bagi Allah yang menyandangiku dengan (pakaian) ini, menganugerahkannya kepadaku tanpa kemampuan dan kekuatan (dari diriku)".

Sesudah makan beliau mengucapkan: "Segala puji bagi Allah yang memberi kami makan dan memberi kami minum dan menjadikan kami (kaum) Muslim".

Ketika akan tidur, beliau berdoa: "Dengan namamu Ya Allah aku hidup dan mati. Wahai Allah, bafli-Mu segala puji, Engkau Pemelihara langit dan bumi".

Demikian seterusnya pada setiap saat, dalam berbagai situasi dan kondisi.

Apabila seseorang sering mengucapkan al-hamdulillah, maka dari saat ke saat ia akan selalu merasa berada dalam curahan rahmat dan kasih sayang Tuhan. Dia akan merasa bahwa Tuhan tidak membiarkannya sendiri. Jika kesadaran ini telah berbekas dalam jiwanya, maka seandainya pada suatu, saat ia mendapat cobaan atau merasakan kepahitan, dia pun akan mengucapkan : "Segala puji bagi Allah, tiada yang dipuja dan dipuji walau cobaan menimpa, kecuali Dia semata".

Kalimat semacam ini terlontar, karena ketika itu dia sadar bahwa seandainya apa yang dirasakan itu benar-benar mempakan malapetaka, namun limpahan karunia-Nya sudah sedemikian banyak, sehingga cobaan dan malapetaka itu tidak lagi berarti dibandingkan dengan besar dan banyaknya karunia selama ini.
Di samping itu akan terlintas pula dalam pikirannya, bahwa pasti ada hikmah di belakang cobaan itu, karena Semua perbuatan Tuhan senantiasa mulia lagi terpuji.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar